YPI - ALAZHAR TKI AL AZHAR 14 Diknas Kota SMG SDI ALAZHAR 14 SMPI ALAZHAR 14

Wednesday, April 2, 2008

Berkaca Kembali pada Pemikiran Pendidikan Natsir

Sumber Republika Jumat, 14 Maret 2008
Berkaca Kembali pada Pemikiran Pendidikan Natsir

Di usia 24 tahun, Natsir memutuskan tak mengambil beasiswa penuh ke Sekolah Tinggi Ekonomi di Belanda, namun memilih mendalami pendidikan Islam.

Di usia 24 tahun, Natsir memutuskan tak mengambil beasiswa penuh ke Sekolah Tinggi Ekonomi di Belanda, namun memilih mendalami pendidikan Islam. Dalam forum Islamic Study Club (ISC), forum mahasiswa yang tinggal di Yasma Syuhada Yogyakarta, pada 1950 silam, Mohammad Natsir pernah menyampaikan konsep tentang ‘Integrasi Pendidikan dalam Islam’. Namun sayangnya, pendidikan seperti itu justru muncul di Malaysia dengan berdirinya Universitas Islam Antar Bangsa di Kuala Lumpur.




Menjelang satu abad (1908- 2008) kelahiran Natsir pada 17 Juli mendatang, tak ada salahnya jika seluruh komponen dan pemerhati pendidikan Islam di Indonesia kembali mengingat pemikiran pendidikan mantan perdana menteri pertama Indonesia tersebut. Sejak lama awal Natsir sudah mendengung - kan bahwa sistem pendidikan yang bersifat integral, universal, dan harmonis tidaklah mengenal dikotomi antara umum dan agama, apa pun bidang dan disiplin ilmu yang ditampilkan.

Pemikiran Natsir tentang dasar-dasar pendidikan yang terpadu telah dikemukakannya dalam risalah bertajuk ‘Cita-cita Pendidikan Islam’. Ia menyadari bahwa untuk merealisasikan cita-cita pendidikan Islam tidak cukup dengan mengemukakan teori-teori saja, tapi harus langsung berhadapan dengan masalah yang dihadapi.

Oleh karena itu, Natsir pada usia 24 tahun telah mengambil keputusan yang kala itu dianggap tidak populer dengan tak melanjutkan pendidikan ke pusat pendidikan tinggi. Padahal, saat itu ia berpeluang melanjutkan ke Reechthogesschool (Sekolah Ting gi Hukum) di Jakarta atau Se ko lah Tinggi Ekonomi di Be - landa dengan mendapat beasiswa penuh. Ia memutuskan berkhidmat dalam pendidikan Islam.

Setelah mengadakan persiapan selama beberapa tahun. Akhir - nya, pada 1932 Natsir mengambil keputusan berani, yakni mendi - rikan institusi pendidikan de - ngan nama Pendidikan Islam (Pen dis). Menurut KH Rusyad Nurdin, salah seorang mantan murid Pendis dari angkatan per - tama, tujuan pendidikan Pendis yang didirikan Natsir adalah mencari alternatif dari sistem pendidikan kolonial Belanda. Pendis mengutamakan sistem pendidikan yang menitikberat - kan pembentukan hati nurani, seimbangnya daya cipta dan taat tawakal kepada Allah SWT.

Para kiai dan cendekiawan
Pandangan Natsir dalam bidang pendidikan selama ini berdasarkan keyakinan bahwa Islam sebagai agama universal, dan suatu cara hidup yang sempurna. Selain itu, ia juga melihat Islam bukan saja untuk manusia sepanjang zaman tetapi juga dapat serasi dan sejalan dengan ilmu pengetahuan modern. Kekurangan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat Islam bukan disebabkan ketidakmampuan Islam, tetapi karena kurangnya perhatian umat Islam dalam memahami dan mengamalkan ajaran Islam.

Natsir berpandangan bahwa kaum intelektual Muslim harus bekerja sama dengan para kiai dalam rangka konsolidasi umat. Umat Islam di pedesaan perlu memperoleh bimbingan dan merekalah yang menjadi grassroots. Fungsi kiai bagi Natsir menentukan kemajuan umat pada level grassroots, sehingga harus ada partnership yang harmonis antara para kiai dan kaum cendekiawan.

Para cendekiawan, kata Natsir, tidak boleh hidup di menara gading dari seminar ke seminar atau dari proyek ke proyek. Para cendekiawan perlu turun ke bawah dan ikut membangun serta mencerdaskan kehidupan umat di bawahnya.

Upaya untuk mensilaturrahmi - kan antara ketiga pilar tersebut, diwujudkan Natsir dengan men - di rikan masjid-masjid kampus atau pesantren mahasiswa. Juga, menggelar penataran atau pela - tihan instruktur di kalangan para dosen dan pengasuh di kalangan pesantren.

Beberapa pemikiran pendidik - an Natsir lainnya adalah tujuan pendidikan Islam. Sebagaimana juga dengan tujuan hidup manusia yang selaras dengan konsep tauhid, kaidah yang terdapat dalam pemikiran Islam memerlukan pendekatan terpadu. Dalam pendidikan Islam tidak boleh ada dikotomi antara pendidikan umum dan pendidikan agama. Lalu, pendidikan agama harus ditanamkan kepada anak didik seawal mungkin karena menyelenggarakan pendidikan anakanak bukan saja fardhu ain bagi setiap orang tua tetapi merupakan fardhu kifayah bagi tiaptiap anggota masyarakat.

Natsir juga menekankan tentang sifat universal Islam yang tidak mengenal pemi sahan sistem Timur dan Barat. Timur dan Barat sama-sama kepunyaan Allah. Ideologi Pen didikan Islam mengambil yang baik dari mana pun datangnya dan meninggal - kan yang tidak baik dari mana - pun asalnya.

Tak heran jika Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo dalam sebuah seminar belum lama ini meminta para akademisi untuk selalu mening - katkan semangat seperti yang dimiliki tokoh pendidikan seke - las Natsir. ‘’Beliau bercita-cita untuk meningkatkan pendidikan yang berbasis keagamaan dan setelah beliau wafat, bukan berarti kita menganggap selesai cita-citanya tersebut,’‘ tuturnya.

Bambang lantas meminta se - mua akademisi dan penggiat pendidikan membayangkan tentang sosok Natsir yang hanya lulusan SMA tetapi mampu me rin tis tujuh perguruan tinggi. Yakni Univer - sitas Islam Suma tera Utara (UISU), Universitas Islam Riau (UIR), Universitas Ibnu Khaldun Jakarta, Uni ver sitas Islam Bandung (Unisba), Univeristas Islam Indonesia (UII) Yogjakarta, Universitas Sultan Agung Semarang, dan Univer sitas Muslim Indonesia (UMI) Makasar. ‘’Ia salah satu tokoh pendidikan yang luar biasa,’‘ pujinya.

Sekretaris Senat Sekolah Ting - gi Ilmu Da’wah (STID) Mo ham - mad Natsir Jakarta, Imam Zamroji mengatakan sejak tahun 1950 seringkali Natsir menyebut tentang kemunculan ‘Yahya-Yah - ya Baru’. ‘’Nabi Zakariya kha - watir atas kerasulannya namun belum juga punya keturunan dan meminta kepada Allah agar diberikan keturunannya hingga akhirnya terlahir Nabi Yahya,’‘ ujarnya.

Imam menirukan ucapan Nat - sir yang suatu ketika menyata - kan optimistis munculnya generasi muda dari kalangan aka - demisi, kelompok pengajian, dan pesantren yang akan menjadi ‘Yahya Baru’ yang tidak diangkat dengan Surat Keputusan (SK) atasan. ‘’Corak pendidikan yang digagas oleh Natsir adalah pendidikan yang memberikan bekal guna menyiapkan mereka untuk menghadapi situasi sulit pada zamannya,’‘’ katanya.

Pandangan lainnya yang cukup mendasar dari Natsir, kata Imam, adalah maju mundurnya salah satu kaum bergantung pada pelajaran dan pendidikan yang berla - ku dari kalangan mereka. ‘’Ka - rena, tidak ada satu bangsa pun yang terbelakang menjadi maju melainkan sesudah mengadakan perbaikan pendidikan terhadap anak-anak dan pemuda-pemuda mereka,’‘ jelasnya.
(eye )